Wednesday, June 11, 2014

Artikel tentang Lingkungan
REUSABLE SANITARY LANDFILL, ALTERNATIF PENGOLAHANSAMPAH JAKARTA
By: Fitri Oktarini

Badan Pengkajian dan Pengembangan Tekhnologi (BPPT) menciptakan sistem baru untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Namanya Reusable Sanitary Landfill. Sebenarnya, sistem ini merupakan penyempurna sistem yang pernah diterapkan di Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang. Kalau RSL diterapkan di Jakarta, dipastikan Jakarta tidak perlu mengotak-atik tata ruang kota atau mengambil lahan daerah lain.
Arsitek dan Insinyur Tekhnologi BPPT, Dipl. –Ing. Ir H. B. Henky Sutanto menjelaskan Reusable Sanitary Landfill (RSL) adalah sebuah sistem pengolahan sampah yang berkesinambungan dengan menggunakan metode Supply Ruang Penampungan Sampah Padat. RSL diyakini Henky bisa mengontrol emisi liquid, atau air rembesan sampai sehingga tidak mencemari air tanah.
Sistem ini mampu mengontrol emisi gas metan, karbondioksida atau gas berbahaya lainnya akibat proses pemadatan sampah. RSL juga bisa mengontrol populasi lalat di sekitar TPA. Sehingga mencegah penebaran bibit penyakit.
Cara kerjanya, di RSL, sampah ditumpuk dalam satu lahan. Lahan tempat sampah tersebut sebelumnya digali dan tanah liatnya dipadatkan. Lahan ini desbut ground liner. Usai tanah liat dipadatkan, tanah kemudian dilapisi dengan geo membran, lapisan mirip plastik berwarna yang dengan ketebalan 2,5 milimeter yang terbuat dari High Density Polyitilin, salah satu senyawa minyak bumi. Lapisan ini lah yang nantinya akan menahan air lindi (air kotor yang berbau yang berasal dari sampah), sehingga tidak akan meresap ke dalam tanah dan mencemari air tanah. Di atas lapisan geo membran dilapisi lagi geo textile yang gunanya memfilter kotoran sehingga tidak bercampur dengan air lindi. Secara berkala air lindi ini dikeringkan.
Sebelum dipadatkan, sampah yang menumpuk diatas lapisan geo textille ini kemudian ditutup dengan menggunakan lapisan geo membran untuk mencegah menyebarnya gas metan akibat proses pembusukan sampah (yang dipadatkan) tanpa oksigen.
Geo membran ini juga akan menyerap panas dan membantu proses pembusukan. Radiasinya akan dipastikan dapat membunuh lalat dan telur-telurnya di sekitar sampah. Sementara hasil pembusukan samapah dalam bentuk kompos bisa dijual.
Gas metan ini juga yang pada akhirnya digunakan untuk memanaskan air hujan yang sebelumnya ditampung untuk mencuci truk-truk pengangkut sampah. Henky yakin jika truk sampah yang bentuknya tertutup dicuci setiap kali habis mengangkut sampah, tidak akan menebarkan bau ke lokasi TPA.
Pengolahan sampah dengan sistem ini sebenarnya sama saja dengan yang sudah dilaksanakan TPA Bantar Gebang. Hanya saja, pada Zona I TPA Bantar Gerbang, groun lner tidak menggunakan geo membran untuk menahan air lindi. Dan terjadi kebocoran yang menyebabkan pencemaran air serta pencemaran udara.
Jika, TPA Bantar Gebang direhabilitasi kemudian pola pengolahannya digantikan dengan RSL, pemerintah daerah Jakarta, emnurut Henky tidak perlu mencari lokasi baru untuk menampung sampah. Karena sampah dapat diolah secara berkesinambungan dan sistem di ground liner bisa diperbaiki secara berkala.

INFORMASI TAMBAHAN DARI BP. HENKY:

Jika kapasitas olah sampah ditetapkan 3000 ton/hari dan Tipping Fee dinaikkan dari sekarang RP 60.070/ton menjadi Rp 100.000/ton atau US$ 10,64/ton maka BCRnya 7,98.
Jika Zona 1 TPA Bantar Gebang direhab biayanya sekitar US$ 17,1 juta. Dengan bunga pinjaman 6%p.a, pada tahun ke 3 modal sudah kembali. Untuk seluruh zona TPA Bantar Gebang diperlukan dana sekitar US$ 80 juta saja dan disbursmentnya 5 tahap, kurun waktu sekitar 15 tahun. Masa pakai tidak terbatas karena direncanakan selalu siap isi ulang. Karena dayadukung tanah di Bantar Gebang termasuk baik/keras, maka biaya untuk konstruksi groundliner leachateproff bisa dikurangi sekitar 25%.
Coba bandingkan dengan Invessel Composting dan Incineration PLant dengan kapasitas olah yang sama.
3.000 tpd Incineration plant perlu dana sekitar Rp 4,3 Trilyun, jika sekarang PO dibuat, 5 tahun lagi baru operasi. Biaya operasi terutama untuk bahan bakar 50 liter/ton sampah, jadi sehari harus disiapkan tambahan BBM sebangai 15.000 liter. Pada saat musim hujan bisa lebih.
Jika kita pakai Anaerobic Invessel Composting & Energy Recovery, tarif Processing Feenya adalah US$ 25/ton sampah. Modal yang harus disediakan sekitar USD 400 juta. Dengan harga Processing fee segitu, PBPeriodnya sekitar 16 tahun. Sama dengan Incineration Plant, jika Purchase Ordernya dikeluarkan hari ini, 5 tahun lagi baru beroperasi. Masa operasi 20 tahun.
UU 26/2007 tentang penataan ruang telah diundangkan dan dengan dasar itu sudah waktunya RTRW Kabupaten/Kota direvisi dan harus mengalokasikan lahan untuk keperluan TPST-RSL.
Jika Pemerintah Kota Bekasi bisa menghitung tentang manfaat keberadaan TPA Bantar Gebang, dan mau mengkonversikan menerapkan teknologi Reusable Sanitary Landfill disitu, maka PAD Kota Bekasi dengan cepat akan bertambah berkesinambungan. Andaikata 10% Tipping Fee dianggap sebagai PAD, sehari Kota Bekasi dapat US$ 6ribu dari DKI Jakarta. Kalau PowerPlant LFillGas to Energy dihitung, hasilnya akan lebih dari itu.
1 hal yang perlu dilakukan oleh PemKot Bekasi, yaitu membebaskan lahan 200 meter sekeliling lokasi itu dari kawasan perumahan. Tapi anadaikata tidak bisa juga tidak masalah, minimum dibebaskan 50 meter kirikanan jalan masuk untuk dijadikan kawasan RTH khusus TPST-RSL bersama dengan lahan ex.TPA Bantar Gebang. Paling tidak akan bertambah Lahan RTH Kota bekasi seluas 400 Hektar. Karena Air Lindi diresirkulasi, maka biaya Ipal dapat dihemat, karena Gas Landfill dikendalikan dan dimanfaatkan maka kawasan disekitar TPST-RSL Bantar Gebang tidak bau busuk, masyarakat sekeliling fasilitas itu bisa mendapatkan biogas gratis (kalau boleh) untuk keperluan masak sehari-hari. Dari 1 ton sampah campuran bisa didapat sekitar 250 m3 Biogas (55%CH4).
Saat ini teknologi RSL sedang direncanakan BPPT untuk diterapkan untuk TPST-RSL Regional di prov NAD, melayani Kota Banda Aceh dan Kabupaten ACeh Besar. Direncanakan pada awal 2009 tahap pertama (9 Ha) sudah mulai diisi sampah. Kapasitas olah awal sebesar 200 ton/hari. Pembangunan tahap ke 2 sampai ke 5 (@ 18 Ha)tergantung jumlah sampah yang dihasilkan dan aktivitas 3R. Semakin besar lingkup wilayah Gerakan 3R semakin hemat pemakaian fasilitas ini. Sesuai rencana akan dibiayai konstruksi Zona 1 ini dari sumber Multi Donor Fund-BRR.
Kalau 460 lokasi TPA-Open Dumping yang ada di Indonesia saat ini dikonversikan memakai Teknologi RSL ini, maka akan ada tambahan 460 Biogas PowerPlant di Indonesia dan paling tidak akan ada tambahan lapangan kerja tetap sekitar 46.000 unit yang berada di lokasi TPST-RSL. Ini bisa karena pengadaan TPST-RSL itu berbeda dengan proyek mislnya bendungan (sekali bangun selesai). TPST-RSL setiap saat akan ada 2 jenis kerja terus-menerus, yaitu kerja pengisian sampah dan kerja sipil pembuatan tanggul tanah pembatas sampah. Pada saat gas sudah habis dan dilakukan Landfill-Mining, pada lokasi ini akan terjadi 4 jenis kerja, yaitu pengisian sampah, pembuatan tanggul tanah keliling, pembongkaran sampah matang, pengolahan kompos hasil tambang. Karena sistem pengolahannya Wet-CEll/sistem basah, maka tidak diperlukan tanah penutup harian, yang diperlukan hanya kompos campuran non food grade sebagai alternative daily Cover. Rencananya pemasoknya kalau bisa ya dari masyarakat pegiat Gerakan 3R.

Sumber : http://yusmanov.blogspot.com/

0 comments:

Post a Comment