Monday, January 27, 2014

1. Ilmu Sosial Dasar adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari/menelaah tentang masalah-masalah sosial di dalam sebuah masyarakat yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan dasar dan pengertian umum tentang konsep-konsep yang diekembangkan untuk mengkaji masalah manusia.

2. Ruang Lingkup Ilmu Sosial Dasar Ilmu sosial dasar mencakup masalah-masalah sosial yang timbul didalam
sebuah masyarakat. Untuk menelaah masalah-masalah sosial tersebut hendaknya terlebih dahulu dapat mengidentifikasi kenyataan-kenyataan sosial dan memahami sejumlah konsep sosial tersebut. Sehingga ilmu sosial dasar dapat dibedakan atas tiga golongan beasar yaitu :

  1.  Kenyataan-kenyataan sosial yang ada didalam masyarakat, yang secara bersama-sama  merupakanmasalah sosial tertentu. 
  2.  Konsep-konsep sosial atau pengertian-pengertian tentang kenyataan-kenyataan sosial dibatasi pada  konsep dasar atau elementer saja yang sangat diperlukan untuk mempelajari masalah-masalah      sosial yang dibahas pada ilmu sosial. 
  3.  Masalah-masalah sosial yang timbul dalam masyarakat, biasanya terlibat dalam berbagai kenyataan-kenyataan sosial yang satu dengan yang lainnya saling berkaitan satu sama lain. 

Ilmu sosial dasar terdiri dari 8 (delapan) pokok pembahasan. Dari kedelapan pokok pembahasan tersebut maka ruang lingkup perkuliahan Ilmu Sosial Dasar diharapkan mempelajari dan memahami adanya :

  1. Berbagai masalah kependudukan dalam hubunganya dengan pengembangan masyarakat dan kebudayaan. 
  2. Masalah Individu, keluarga dan masyarakat. 
  3. Masalah pemuda dan sosialisasi 
  4. Masalah hubungan antara Warga Negara dan Negara 
  5. Masalah pelapisan sosial dan kesamaan derajat. 
  6. Masalah masyarakat perkotaan dan masalah pedesaan. 
  7. Masalah pertentangan-pertentangan sosial dan integrasi. 
  8. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemakmuran dan keserjahteraan masyarakat.


3. Hubungan dengan sistem informasi Sekarang ini sistem informasi sudah sangat berkembang pesat dan hampir tidak mengenal “BATASAN” lagi, dalam arti sebuah sistem informasi yang mencakupi seluruh aspek kehidupan manusia seperti ilmu pengetahuan, teknologi, gaya hidup, dan berbagai hal lainnya sudah sangat cepat sekali menyebar dan beredar dari suatu tempat ke tempat lainnya. Seperti contoh :berkembangnya pola hidup negeri barat yang serba instan dan selalu berhubungan dengan HIGH TECHNOLOGY (teknologi tingkat tinggi) seperti pada penggunaan internet pada setiap kegiatan, bisa membawa dampak yang positif tetapi juga bisa berdampak negatif. Positif apabila kita mencontoh dan menerapkan teknologi tersebut untuk hal-hal yang berguna dan tidak merugikan orang lain, dan akan berdampak negatif apabila kita menggunakan nya untuk hal-hal yang tidak baik dan merugikan orang lain. Contohnya : internet sangat baik apabila kita gunakan untuk berguna apabila kita gunakan untuk program-program seperti e-learning(pendidikan), e-commerce(usaha dagang ataupun sejenisnya). Tetapi internet juga bisa jadi momok yang menakutkan apabila ada orang-orang/oknum-oknum tertentu yang menyalahgunakan teknologi tersebut seperti contoh banyak nya para pengakses internet yang memaksa untuk masuk ke situs-situs penting pemerintah atau pun instansi-instansi tertentu hanya untuk mengacak-acak bahkan sampai berniat untuk menghancurkan jaringan tersebut. Oleh karena itu manusia yang berbudaya dan berakhlak yang baik sebaiknya sudah bisa memilah-milah bagaimana langkah-langkah yang baik dalam menghadapi era dimana sistem informasi itu sudah tidak terbatas dan sudah semakin pesat perkembangan nya, dan di saat inilah kita sudah sepantas nya menerapkan apa yang sudah kita ketahui tentang kehidupan sosial dan berbudaya baik seperti yang sudah kita dapatkan di pelajaran Ilmu Sosial Dasar, dan Ilmu Budaya Dasar. 

ARTIKEL ILMU SOSIAL DASAR 

Artikel Sosial Masyarakat Tentang Masalah Larangan Merokok 

Masyarakat DKI Jakarta dibuat kaget, bukan oleh serangan wabah DBD, bukan pula serangan teroris; tetapi oleh rokok. Pasalnya Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso melansir kebijakan baru bertajuk larangan merokok di tempat umum. Yang membuat publik kaget, bukan karena larangannya, tetapi lebih karena hukumannya yang setinggi langit, Rp. 50 juta dan kurungan 6 bulan. Keterkejutan publik, secara sosiologis layak dipahami. Alasannya, hingga detik ini, bahaya rokok di Indonesia masih menjadi "isu pinggiran". Pemerintah, dan bahkan tokoh masyarakat (seperti ulama) juga masih setali tiga uang. Paling banter ulama di Indonesia hanya memberikan fatwa merokok makruh hukumnya. Berbeda dengan jumhur ulama di berbagai negara di Timur Tengah, bahkan Malaysia dan Brunei Darussalam; yang memfatwakan bahwa merokok haram hukumnya. Ulama terkenal Syeikh Yusus Qordhowi termasuk ulama yang mengharamkan merokok (baca Fatwa-Fatwa Kontemporer). Mungkin masyarakat sudah mengerti bahayanya, karena dalam setiap bungkus rokok ada peringatan: merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan ganguan kehamilan dan janin. Dari sisi kesehatan, bahaya rokok sudah tak terbantahkan lagi. Bukan hanya menurut WHO, tetapi, lebih dari 70 ribu artikel ilmiah membutikan hal itu. Dalam kepulan asap rokok terkandung 4000 racun kimia berbahaya, dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Berbagai zat berbahaya itu, adalah tar, karbon monoksida (CO), dan nikotin. Anehnya pula, dampak asap rokok bukan hanya untuk di si perokok aktif (active smoker) saja. Ia pun punya dampak sangat serius bagi perokok pasif (passive smoker). Orang yang tidak merokok (passive smoker), tetapi terpapar asap rokok akan menghirup dua kali lipat racun yang dihembuskna pada asap rokok oleh si perokok. Sangat tidak adil; tidak merokok, tetapi malah menghirup racun dua kali lipat. Maka, salah satu cara untuk membatasi perilaku merokok semau gue, WHO mencanangkan program "Kawasan Tanpa Rokok" (KTR) di tempat-tempat umum. Progam seperti ini lazim diterapkan di berbagai negara, termasuk di ASEAN; Singapura, Malaysia bahkan Vietnam. Di Malaysia, organ merokok di tempat umum didenda 500 ringgit, di Bankok didenda 2.000 baht. Oleh sebab itu, kebijakan Gubernur DKI Jakarta menjadi rasional dan layak mendapatkan dukungan publik. Hanya, yang perlu dipertanyakan adalah, selain besarnya denda, juga bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Sebab, berbagai hal kasat mata dan lebih konkrit dampaknya (banjir, sampah, dan kemacetan) hingga kini tidak pernah beres, apalagi masalah rokok? Kebijakan KTR yang digagas oleh Pemda DKI Jakarta, sebenarnya, bukan yang pertama kali. Peraturan Pemerintah No. 81/1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan, yang kemudian diubah menjadi PP No. 19/2003; sudah lebih dahulu mengatur tentang larangan merokok di tempat-tempat umum, Tetapi, sialnya, PP tersebut tidak bisa memberikan sanksi. PP tersebut malah memerintahkan agar setiap Pemda di Indonesia membuat aturan tersendiri tentang KTR (Perda). Apalagi WHO sekarang sudah menerapkan konvensi bernama FCTC (Framework Convention on Tobacco Control). Saat ini, FCTC sudah ditandatangani oleh lebih dari 160 negara anggota WHO, dan lebih dari 40 negara telah meratifikasinya, Sekarang FCTC sudah menjadi hukum internasional. Sayangnya, Pemerintah Indonesia, sebagai salah satu pengagas dan legal drafter, hingga batas akhir juni 2004, tidak menandatangani FCTC! FCTC, selain mengatur soal larangan merokok di tempat umum, setiap Pemerintah bahkan "dibimbing" untuk menanggulangi dampak tembakau secara elegan, dan komprehensif. Misalnya menaikan cukai rokok, larangan iklan di media massa dan promosi dan larangan penyeludpan (smuggling). Menaikan cukai rokok, merupakan instrumen penting, selain untuk membatasi segmentasi perokok, juga untuk meningkatkan pendapatan negara. Tapi sungguh ironis, mayoritas perokok di Indonesia adalah orang miskin. Menurut survey Bappenas (1995), orang miskin justru mengalokasikan 9% total pendapatannya untuk rokok. Betapa besar manfaatnya, jika dana itu digunakan untuk kesehatan, pangan, atau pendidikan. Rokok memang memberikan kontribusi signifikan, berupa cukai, bayangkan, tahun 2004 cukai rokok sebesar Rp. 27 trilyun. Belum lagi kontribusi sector pertanian dan tenaga kerja. Namun, itu semua sebenarnya hanya ilusi belaka.

sumber: (Majalah Tarbawi, Edisi 104 Th. 7/Shafar 1426H/17 Maret 2005) Oleh Tulus Abadi, SH Ketua Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Komnas PMM Penerima Tobacco Control Fellowship Programs, Bangkok 2003

Sumber :
http://prabowo-womanizer.blogspot.com/2012/10/pengertian-ilmu-sosial-dasar.html

http://jackysitinjak.blogspot.com/2011/04/ilmu-budaya-dasar-dan-hubungan-nya.html

http://wheelistriderid.blogspot.com/2012/10/artikel-sosial-masyarakat-tentang.html

0 comments:

Post a Comment